Warga AS Bentuk 'The Indonesianist Community'
Tinggal di
Indonesia telah menjadi sebuah pengalaman yang tidak terlupakan bagi
kebanyakan warga Amerika Serikat. Salah satunya adalah Chris Crow yang
saat ini tinggal di Washington, D.C. dan bekerja di universitas John
Hopkins.
Warga AS, Chris Crow, pendiri 'the Indonesianist Community' di Washington, D.C. (foto/dok: Chris Crow)
17.12.2014
Tinggal di Indonesia selama tiga tahun dan pernah mendapat beasiswa
dari pemerintah Amerika untuk mengajar bahasa Inggris selama satu tahun
di sebuah SMA negeri di desa Paperu, Maluku telah memperkuat ikatan
warga AS, dengan Indonesia.
Inilah yang membuatnya tertarik untuk bergabung dengan dan akhirnya menjadi ketua dari klub perkumpulan warga internasional yang memiliki ketertarikan terhadap Indonesia ini. Hingga kini anggota dari milis the Indonesianist Community sudah mencapai sekitar 160 orang.
“(Organisasi) itu dibangun oleh teman saya, namanya Dia sekarang sudah pindah ke Jakarta lagi. Dia kerja di sana sebagai konsultan,” papar Chris kepada VOA Indonesia dengan bahasa Indonesia yang sangat fasih.
Klub ini berdiri karena banyaknya warga di sekitar Washington, D.C.,
baik warga AS mau pun internasional yang tertarik dengan Indonesia, baik
dari segi politik, bahasa, atau pun hal lainnya. “Jadi (Brian) membuat
klub ini supaya mereka bisa berkumpul, ngobrol, dan saling kenal. Juga
untuk menyebar kesadaran tentang Indonesia di Washington, D.C. dan di
Amerika,” ujar Chris.
Kegiatan dari the Indonesianist Community ini juga sangat beragam. Namun yang paling populer adalah klub bahasa. “Itu sekitar 15 orang yang tertarik belajar bahasa Indonesia dan mereka berkumpul setiap minggu,” jelas Chris.
Pertemuan untuk klub bahasa ini biasanya dilakukan di restoran di daerah Washington, D.C. di mana para anggota yang hadir datang untuk melatih kemampuan bahasa Indonesia mereka. “Baik orang yang baru mulai, mau pun yang sudah cukup lancar,” lanjut Chris.
Selain klub bahasa, the Indonesianist Community juga kerap kali mengadakan seminar yang menghadirkan pembicara yang memiliki hubungan dengan Indonesia. Biasanya para tamu yang hadir adalah profesional yang memiliki hubungan kerja dengan Indonesia. “Misalnya dari kementerian luar negeri Amerika atau dari Think Thank, NGO (Non-Governmental Organizations), kan di Indonesia ada banyak,” jelas Chris.
Pengalaman Tinggal di Indonesia
Chris juga sangat menikmati interaksinya dengan warga setempat, bahkan selama mengajar di Maluku, ia tinggal bersama keluarga lokal. “Di sana orangnya juga sangat ramah. Saya senang sekali tinggal setahun di sana,” kenang mantan kontestan Asing Star di Indonesia ini.
Selama di Indonesia, Chris sudah pernah berkunjung ke berbagai tempat seperti Yogyakarta, Lombok, Makassar, Surabaya, Bandung, Bogor, dan Jakarta. Sedikit mengherankan ketika mengetahui bahwa Chris belum pernah berkunjung ke Bali, yang sering menjadi tujuan wisata pertama warga internasional. “Tiga tahun di Indonesia belum ke bali,” kata Chris sambil tertawa. “Saya kurang tertarik sama tempat yang turis banget kayak gitu ya. Rasanya mungkin kayak Australia kadang-kadang,” lanjutnya.
Di antara semua tempat, ibu kota Jakarta menjadi favoritnya. “Di Jakarta saya betah sekali. Itu gara-gara komunitasnya. Orang-orang di Jakarta sangat ramah kayak di seluruh Indonesia, tapi di Jakarta lebih banyak orangnya dan lebih bermacam-macam,” papar pria yang hobi naik ojek untuk menghindari kemacetan Jakarta bersama Gebong, tukang ojek langganannya.
Lagi-lagi Chris mengungkapkan kekagumannya terhadap orang-orang Indonesia. “Orang Indonesia menurut saya paling ramah di dunia. Benar-benar luar biasa,” kata Chris.
Kepada teman-teman di Indonesia, Chris sempat berbagi tips kepada mereka yang ingin belajar Bahasa Inggris. “Kalau kalian ingin belajar bahasa Inggris coba aja datang ke tempat yang banyak bule supaya bisa latihan, karena kalo nggak berani latihan pasti nggak belajar,” papar Chris menutup wawancara dengan VOA.
Inilah yang membuatnya tertarik untuk bergabung dengan dan akhirnya menjadi ketua dari klub perkumpulan warga internasional yang memiliki ketertarikan terhadap Indonesia ini. Hingga kini anggota dari milis the Indonesianist Community sudah mencapai sekitar 160 orang.
“(Organisasi) itu dibangun oleh teman saya, namanya Dia sekarang sudah pindah ke Jakarta lagi. Dia kerja di sana sebagai konsultan,” papar Chris kepada VOA Indonesia dengan bahasa Indonesia yang sangat fasih.
Kegiatan dari the Indonesianist Community ini juga sangat beragam. Namun yang paling populer adalah klub bahasa. “Itu sekitar 15 orang yang tertarik belajar bahasa Indonesia dan mereka berkumpul setiap minggu,” jelas Chris.
Pertemuan untuk klub bahasa ini biasanya dilakukan di restoran di daerah Washington, D.C. di mana para anggota yang hadir datang untuk melatih kemampuan bahasa Indonesia mereka. “Baik orang yang baru mulai, mau pun yang sudah cukup lancar,” lanjut Chris.
Selain klub bahasa, the Indonesianist Community juga kerap kali mengadakan seminar yang menghadirkan pembicara yang memiliki hubungan dengan Indonesia. Biasanya para tamu yang hadir adalah profesional yang memiliki hubungan kerja dengan Indonesia. “Misalnya dari kementerian luar negeri Amerika atau dari Think Thank, NGO (Non-Governmental Organizations), kan di Indonesia ada banyak,” jelas Chris.
Pengalaman Tinggal di Indonesia
Chris juga sangat menikmati interaksinya dengan warga setempat, bahkan selama mengajar di Maluku, ia tinggal bersama keluarga lokal. “Di sana orangnya juga sangat ramah. Saya senang sekali tinggal setahun di sana,” kenang mantan kontestan Asing Star di Indonesia ini.
Selama di Indonesia, Chris sudah pernah berkunjung ke berbagai tempat seperti Yogyakarta, Lombok, Makassar, Surabaya, Bandung, Bogor, dan Jakarta. Sedikit mengherankan ketika mengetahui bahwa Chris belum pernah berkunjung ke Bali, yang sering menjadi tujuan wisata pertama warga internasional. “Tiga tahun di Indonesia belum ke bali,” kata Chris sambil tertawa. “Saya kurang tertarik sama tempat yang turis banget kayak gitu ya. Rasanya mungkin kayak Australia kadang-kadang,” lanjutnya.
Di antara semua tempat, ibu kota Jakarta menjadi favoritnya. “Di Jakarta saya betah sekali. Itu gara-gara komunitasnya. Orang-orang di Jakarta sangat ramah kayak di seluruh Indonesia, tapi di Jakarta lebih banyak orangnya dan lebih bermacam-macam,” papar pria yang hobi naik ojek untuk menghindari kemacetan Jakarta bersama Gebong, tukang ojek langganannya.
Lagi-lagi Chris mengungkapkan kekagumannya terhadap orang-orang Indonesia. “Orang Indonesia menurut saya paling ramah di dunia. Benar-benar luar biasa,” kata Chris.
Kepada teman-teman di Indonesia, Chris sempat berbagi tips kepada mereka yang ingin belajar Bahasa Inggris. “Kalau kalian ingin belajar bahasa Inggris coba aja datang ke tempat yang banyak bule supaya bisa latihan, karena kalo nggak berani latihan pasti nggak belajar,” papar Chris menutup wawancara dengan VOA.
No comments:
Post a Comment